CIMAHI, NyaringIndonesia.com – Untuk mengisi kekosongan jabatan sejumlah kepala sekolah, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cimahi terus melakukan berbagai upaya. Langkah pertama yang ditempuh adalah berkoordinasi dengan pimpinan untuk memenuhi kebutuhan posisi kepala sekolah yang saat ini masih banyak dijabat oleh pelaksana tugas (Plt).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Kekosongan jabatan di satuan pendidikan terjadi akibat banyaknya tenaga pendidik atau guru yang memasuki masa pensiun. Kondisi ini berdampak pada semakin berkurangnya jumlah guru maupun kepala sekolah.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi, Nana Suyatna, mengungkapkan bahwa kekurangan tersebut menjadi dasar dalam melakukan pemetaan ulang terhadap posisi kepala sekolah, terutama dengan adanya penempatan tenaga P3K.
“Target kami tahun ini semua kekosongan bisa terisi. Karena saat pelantikan kemarin, beberapa guru diangkat menjadi pengawas, sehingga sekolah yang ditinggalkan kembali mengalami kekosongan,” ujar Nana usai hadiri apel peringatan Hari Guru Nasional, di Lapangan Apel, Pemkot Cimahi. Selasa (25/11/25).
Ia menjelaskan, ketika seorang guru diangkat menjadi kepala sekolah, maka terjadi kekosongan di posisi sebelumnya. Kekosongan itu harus segera dipetakan dan diisi, mengingat guru merupakan unsur penting dalam pelayanan Standar Pelayanan Minimal (SPM), sehingga tidak dapat dibiarkan kosong.
“Untuk mengisi kekosongan, persyaratan seperti lulus PPG dan kompetensi lainnya harus dipenuhi terlebih dahulu,” tambahnya.
Terkait tenaga honorer, Nana menyebutkan bahwa persoalan tersebut masih dibahas dalam rapat koordinasi. Disdik juga meminta arahan dari Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan tentang kebijakan pengisian kekosongan guru. Namun, keputusan akhir tetap harus dikonsultasikan pada KemenPAN karena terkait regulasi penanganan tenaga honorer.
“Kita tak bisa seperti SKPD lain. Kalau di kelas tidak ada guru, bagaimana proses belajar mengajar bisa berjalan? Ini menjadi dasar kami melakukan pemetaan kekosongan,” jelasnya.
Hingga kini, Kota Cimahi masih kekurangan tenaga pengajar, dan proses pendataan masih terus dilakukan.
Menurut Nana, pendataan kebutuhan guru SMP dilakukan berdasarkan mata pelajaran, sedangkan untuk SD relatif lebih mudah dihitung.
“Kalau SD, tinggal melihat jumlah rombongan belajar, kemudian menyesuaikannya dengan kebutuhan guru. Misalnya ada kepala sekolah, guru PAI, guru olahraga, dan wali kelas. Itu lebih mudah dihitung,” ungkapnya.
Sementara untuk jenjang SMP, perhitungan terkait jumlah guru mempertimbangkan beban jam mengajar. Jika jam terlalu banyak, guru tak bisa memperoleh sertifikasi, namun jika terlalu sedikit, beban mengajar menjadi tak seimbang.
“Karenanya, setelah dipetakan kepala sekolahnya, kami juga memetakan jumlah guru yang harus ditempatkan,” kata Nana.
Nana menegaskan bahwa Disdik Kota Cimahi selalu mengingatkan para kepala sekolah untuk membangun hubungan baik dengan para pemangku kepentingan. Menurutnya, stakeholder bukan hanya orang tua, tetapi juga masyarakat yang peduli terhadap pendidikan.
“Penjelasan mengenai tata tertib di satuan pendidikan serta kesepakatan yang dibuat harus dipahami bersama. Jika ada pelanggaran tata tertib, maka sanksinya pun harus disepakati bersama,” tegasnya.
Oleh karena itu, Disdik Kota Cimahi mendorong adanya kesepakatan antara pihak sekolah dan komite orang tua dalam menentukan layak atau tidaknya suatu sanksi diberikan kepada siswa yang melanggar aturan.
“Penetapan sanksi harus berpedoman pada surat edaran gubernur mengenai tahapan pendisiplinan siswa,” tambahnya.
Ia menuturkan bahwa sosialisasi terkait aturan tersebut terus dilakukan secara masif untuk menghindari salah persepsi dari orang tua terhadap guru atau kepala sekolah yang dapat berujung pada pemidanaan.
“Saya terus mendorong komunikasi. Saya menyebutnya rumus 3K: Komunikasi, Koordinasi, dan Kolaborasi. Apalagi jika dikaitkan dengan tujuh kebiasaan anak Indonesia hebat, peran orang tua dan tokoh masyarakat sangat jelas dalam membentuk karakter anak,” papar Nana.
Menurutnya, pendidikan tak bisa berjalan hanya oleh pihak sekolah. Masyarakat dan orang tua juga memiliki peran besar. Pendidikan utama tetap berada di rumah, sehingga sekolah perlu mengingatkan hal itu saat menyampaikan sosialisasi mengenai aturan maupun program kegiatan.
“Kita harus bisa menjelaskan mana kegiatan yang bisa dibiayai melalui BOS dan mana yang tidak. Tak semua kegiatan dapat menggunakan dana BOS.” tutup Nana. (Bzo).