DLH Ungkap Penyebab Air Cimahi Tercemar Berat

Cimahi
Sungai kalidam

CIMAHI, NyaringIndonesia com – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Cimahi merespons hasil pemantauan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terkait kondisi air di wilayah Cimahi yang diklasifikasikan sebagai tercemar berat. Berdasarkan data Indeks Kualitas Air (IKA), terjadi penurunan yang cukup signifikan.

Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!

Diketahui, menurut data IKA tahun 2024, angkanya anjlok hingga mencapai 14,76 dan ditandai dengan status merah yang mengindikasikan pencemaran berat.

Kepala Bidang Penaatan Hukum Lingkungan DLH Kota Cimahi, Ario Wibisono, menyampaikan bahwa memburuknya kualitas air di Kota Cimahi disebabkan oleh limbah domestik dan limbah dari aktivitas peternakan yang dibuang langsung ke aliran sungai.

“Sebenarnya, isu ini sudah dibahas dalam forum yang diselenggarakan oleh Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup Jawa bersama sejumlah daerah sekitar pada Kamis, 21 Agustus 2025 lalu,” ujar Ario saat dijumpai di kantornya, Senin (22/09/2025).

Ario menekankan bahwa karakteristik wilayah menjadi salah satu faktor utama yang memperparah kondisi kualitas air di Cimahi.

Ario juga menjelaskan bahwa Cimahi memiliki karakter geografis yang berbeda dibandingkan dengan 27 kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat. Kota ini tidak memiliki mata air maupun hulu sungai.

“Perlu diketahui bahwa seluruh aliran sungai yang melintasi Cimahi berasal dari wilayah Kabupaten Bandung Barat (KBB) dan bermuara ke Sungai Citarum di Kabupaten Bandung,” terang Ario.

Disebutkan Ario, 0bahwa terdapat sekitar lima aliran sungai di Cimahi, yang meskipun lebarnya hanya sekitar dua meter—yang di daerah lain mungkin dianggap sebagai selokan—namun di Cimahi sudah dikategorikan sebagai sungai.

“Kelima sungai tersebut adalah Sungai Cibeureum, Cibaligo, Cihaur, Cimahi, dan Cisangkan. Semuanya diawasi secara rutin tiga kali dalam setahun guna mengukur kualitas air serta tingkat pencemarannya,” sebutnya.

Dengan tegas, Ario menjelaskan bahwa kondisi geografis tersebut membuat Kota Cimahi tidak dapat sepenuhnya mengontrol kualitas air, karena sumber airnya berada di luar wilayah administrasi Cimahi, yakni di KBB.

“Karenanya, kementerian turut mengundang kabupaten/kota di sekitarnya untuk membahas permasalahan ini bersama, sebab Cimahi tidak memiliki sumber air sendiri maupun hulu sungai. Cimahi hanya menjadi wilayah lintasan,” jelasnya.

Yang paling mengkhawatirkan, menurut Ario, adalah ditemukannya kandungan total coliform yang sangat tinggi, sebagai indikator pencemaran air. Di bagian hulu Sungai Cimahi yang berada di wilayah KBB, kadarnya masih sekitar ribuan (10³).

“Namun, saat memasuki wilayah Cimahi, jumlahnya meningkat drastis menjadi 10⁴ atau 10 ribu, lalu di bagian tengah naik lagi hingga mencapai 10⁶, bahkan di hilir bisa tembus hingga 10⁷. ” pungkasnya. (Bzo)

=====================

Disclaimer:

Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.

Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News

Berita Utama