Jakarta, NyaringIndonesia.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap tiga saksi dalam penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan digitalisasi Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023. Pemeriksaan tersebut berlangsung pada Rabu, 22 Oktober 2025, di Gedung Merah Putih KPK.
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Ketiga saksi yang diperiksa adalah Eko Ramanda Hidayat, mantan OSM Service Operation SDA PT Telkom untuk periode 2021; Dwi Puja Ariestya, Direktur Sales dan Marketing PT Pertamina Lubricants; serta Aya Natalia, seorang pegawai PT TRG Investama.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan bahwa ketiga saksi hadir untuk memenuhi panggilan penyidik. “Saksi hadir untuk memberikan keterangan terkait klarifikasi temuan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan penyidik KPK terkait aliran dana serta keandalan produk EDC yang digunakan dalam proyek digitalisasi SPBU,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima pada Sabtu, 25 Oktober 2025.
Selain itu, pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mendalami perhitungan kerugian negara yang tengah dilakukan oleh BPK. Budi Prasetyo menambahkan, proses pemeriksaan yang dilakukan secara paralel antara KPK dan auditor BPK diharapkan dapat mempercepat penyidikan kasus ini.
Kasus korupsi terkait proyek digitalisasi SPBU ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang melibatkan mantan Direktur Utama PT Pertamina, Galaila Karen Kardinah. Karen divonis bersalah dalam kasus yang melibatkan perjanjian kerja sama dengan perusahaan asal Amerika Serikat, Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC, yang menyebabkan kerugian negara mencapai US$ 113,8 juta. Dalam perkara ini, Karen Agustiawan dijatuhi hukuman 9 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.
Sementara itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) bersama KPK tengah menelusuri dugaan pelanggaran persaingan usaha dan korupsi dalam proyek digitalisasi SPBU milik Pertamina yang bernilai Rp 3,6 triliun. Proyek yang dimulai pada 31 Agustus 2018 ini diduga melibatkan pelanggaran dalam proses penunjukan langsung PT Telkom Indonesia untuk mengelola pengadaan tersebut.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU, Deswin Nur, menyatakan bahwa tindakan Pertamina tersebut mengarah pada praktik diskriminasi yang melanggar Pasal 19 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. “KPPU memutuskan untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran terkait larangan diskriminasi yang dilakukan oleh Pertamina terhadap pelaku usaha lainnya,” kata Deswin dalam keterangan tertulis pada Ahad, 6 Juli 2025.
Proyek digitalisasi SPBU Pertamina ini meliputi pengadaan sistem monitoring distribusi dan penjualan bahan bakar minyak (BBM) secara near real-time di 5.518 SPBU Pertamina, yang tersebar di seluruh Indonesia, dari total sekitar 7.000 SPBU. PT Telkom Indonesia bertanggung jawab atas penyediaan infrastruktur digital, pusat data, konektivitas, serta pemeliharaan selama jangka waktu perjanjian.
Proyek ini bertujuan untuk memantau dan mengawasi konsumsi BBM, terutama solar subsidi, di setiap SPBU. KPPU menilai penunjukan langsung PT Telkom oleh Pertamina dalam proyek ini berpotensi merugikan persaingan usaha karena tidak melibatkan proses seleksi yang mempertimbangkan berbagai pelaku usaha lain yang juga memiliki kemampuan untuk melaksanakan proyek tersebut.
==================
Disclaimer:
Artikel ini bertujuan untuk memperkaya informasi pembaca. Nyaringindonesia.com mengumpulkan informasi ini dari berbagai sumber relevan dan tidak terpengaruh oleh pihak luar.
Jangan lupa untuk terus mengikuti kami untuk mendapatkan informasi terkini berita Nyaring Indonesia lainnya di Google News