JAKARTA, Nyaringindonesia.com – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyoroti perbedaan kebijakan harga beras antara Indonesia dan Singapura.
Menurutnya, harga beras di Singapura lebih murah karena negara tersebut mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Dalam Rapat Koordinasi Pengamanan Stok dan Harga Jelang Puasa dan Idul Fitri 2024, Tito Karnavian menjelaskan bahwa Singapura sebagai konsumen tidak memiliki produsen beras di dalam negeri.
Oleh karena itu, mereka dapat menyesuaikan harga beras dengan kebijakan impor yang dapat menjaga kesejahteraan penduduknya.
“Kita harus mencari balance antara menyenangkan produsen dan juga menyenangkan konsumen, karena negara kita adalah juga negara yang memproduksi (beras).
(Sedangkan) Singapura adalah negara yang bukan produsen, tapi negara konsumsi. Dia nggak punya pangan, nggak menghasilkan pangan apapun, semuanya impor, jadi strateginya beda,” ungkap Tito.
Tito Karnavian menekankan bahwa Indonesia, sebagai negara produsen beras, memiliki tanggung jawab untuk menjaga kestabilan harga dan mendukung kesejahteraan petani.
Di sisi lain, Singapura, yang tidak memiliki produksi beras, dapat lebih fleksibel dalam menentukan harga yang terjangkau untuk penduduknya.
“Kalau kita nggak. Kalau harganya terlalu murah sekali (kasihan petani). Kalau di Singapura bagaimana caranya harga serendah mungkin, karena yang produsen bukan mereka, yang menyenangkan mereka kan penduduknya yang konsumen semua, jadi makin murah makin senang,” tambahnya.
Namun, Tito Karnavian mengingatkan bahwa Indonesia harus menemukan keseimbangan antara mendukung petani dalam negeri dan menjaga stabilitas harga untuk masyarakat.
Oleh karena itu, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan agar inflasi terkendali sambil menjaga keberlanjutan produksi dan harga beras di tingkat petani.
“Kita harus mem-balance angka inflasi kita terkendali, menyenangkan kedua-duanya, tersenyum kedua-duanya,” pungkas Tito Karnavian.