Bandung, NyaringIndonesia.com – Evaluasi penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024 menjadi bahan bahasan dalam forum diskusi bertajuk Penguatan Kelembagaan Pengawas Pemilu yang digelar oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Cimahi di Hotel Grand Pasundan, Bandung, Sabtu (13/9/2025).
Thank you for reading this post, don't forget to subscribe!Salah satu catatan penting yang disampaikan Ketua Bawaslu Kota Cimahi, Fathir Rizkia Latif, adalah masih lemahnya persepsi publik terhadap peran Bawaslu, yang dinilai belum optimal akibat keterbatasan wewenang dan dukungan regulasi.
Bahkan, kata Fathir, sejumlah kalangan meminta adanya perubahan regulasi untuk memperjelas kewenangan Bawaslu agar kinerja lembaga pengawas ini lebih efektif sekaligus memberi kepastian hukum bagi masyarakat dan peserta Pemilu.
“Revisi ini diharapkan memperjelas kewenangan Bawaslu, mengatur alokasi anggaran secara memadai, serta memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat yang ingin melapor,” ujarnya.
Selain aspek kelembagaan, partisipasi publik juga ikut menjadi sorotan. Diantaranya, laporan pelanggaran pemilu yang tidak dapat ditindaklanjuti akibat minimnya bukti dan saksi. Hal ini memunculkan usulan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi pelapor maupun saksi.
Belum lagi, kata dia, persoalan data ganda dan nama pemilih yang sudah meninggal. Kondisi ini dinilai menunjukkan perlunya koordinasi lebih erat antara KPU, pemerintah daerah, dan kementerian terkait demi memastikan akurasi data pemilih.
Meski wacana revisi UU Pemilu terus bergulir, masyarakat masih menanti sikap resmi DPR. Sejumlah pihak mengingatkan agar revisi tidak dijadikan alasan memperpanjang masa jabatan legislatif atau menunda pemilu mendatang.
“Yang terpenting adalah memastikan demokrasi berjalan secara transparan, partisipatif, dan representatif terhadap kepentingan masyarakat, penyelenggara, maupun peserta Pemilu,” tegas Fathir.
Sementara itu, Wakil Wali Kota Cimahi, Adhitia Yudhistira, menyampaikan bahwa tugas Bawaslu pada pemilu 2024 banyak dianggap hanya sebatas formalitas saja. Ia menambahkan, partisipasi masyarakat dalam pengawasan pun belum terwadahi dalam sistem yang jelas.
“Bawaslu itu harusnya sudah menjadi rumah pengawasan dalam setiap pelaksanaan Pemilu. Tinggal lembaganya yang perlu diperkuat. Bukan menyerahkan tanggung jawab sepenuhnya ke masyarakat tanpa aturan yang jelas,” kata Adhitia.
Ia menambahkan, jika pengawasan hanya dibebankan ke masyarakat tanpa kerangka hukum memadai, dikhawatirkan akan menimbulkan bias kepentingan.
“Pemilu adalah instrumen demokrasi. Sistem pengawasan yang saling mengontrol antar-lembaga jauh lebih menjamin integritas Pemilu,” ujarnya.
Revisi UU Pemilu dipandang wajar dalam dinamika demokrasi. Namun, perubahan regulasi harus berorientasi pada peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilu sekaligus perlindungan hak-hak masyarakat sebagai pemilih.
“Mari kita sepakati bahwa Pemilu adalah anugerah demokrasi yang harus dijaga bersama. Ini bukan sekadar proses politik, tetapi juga wujud kepercayaan publik terhadap sistem negara,” pungkas Adhitia. (Gils)